Sejak prasejarah, manusia telah mencari cara untuk menafsirkan mimpi. Masyarakat primitif percaya bahwa mimpi adalah komunikasi dari dewa atau roh dan dapat memprediksi masa depan, sebuah kepercayaan yang bertahan di beberapa kalangan hari ini. Pada abad ke-20, pionir psikologi seperti Sigmund Freud dan Carl Jung mencari makna dalam kehidupan dan keinginan bawah sadar si pemimpi. Generasi peneliti selanjutnya menambahkan teori psikologis mereka sendiri. Studi teori-teori ini dapat menawarkan banyak tip kepada orang kebanyakan untuk menafsirkan mimpi.
Orang-orang kuno sangat mementingkan citra mimpi yang membingungkan dan menghormati mereka yang bisa menafsirkannya. Menurut Alkitab dan Taurat, nabi Ibrani Yusuf meramalkan kelaparan dengan kemampuannya untuk menafsirkan mimpi. Cerita serupa muncul dalam mitologi Babel kuno, Mesir, dan Yunani. Selama berabad-abad, kepercayaan pada asal usul mimpi secara psikis ini berkembang berbeda dengan studi psikologis selanjutnya. Kedua metode untuk menafsirkan mimpi, psikis dan psikologis, tetap berbeda sampai hari ini.
Pada awal abad ke-20, Sigmund Freud mengusulkan cara baru untuk menafsirkan mimpi, sebagai ekspresi ketakutan atau keinginan yang tidak dapat diungkapkan dalam kehidupan nyata. Saingan Freud, Jung, melangkah lebih jauh, menyarankan bahwa setiap orang dalam mimpi mewakili aspek kepribadian si pemimpi. Psikolog Gestalt, yang bekerja pada pertengahan abad ke-20, percaya bahwa ini meluas bahkan ke benda mati yang terlihat dalam mimpi. Tip dari sekolah psikologi ini adalah memasuki keadaan santai, bebas dari gangguan, dan fokus pada memori objek atau orang dari mimpi. Perasaan si pemimpi tentang orang atau objek ini seringkali dapat mengungkapkan maknanya.
Freud dan psikolog lainnya bersikeras bahwa mimpi itu tidak boleh ditafsirkan secara harfiah, karena ini bukan cerita tetapi kumpulan gambar. Artinya, untuk menafsirkan mimpi, fokuslah pada elemen individu, bukan mimpi secara keseluruhan. Terlepas dari perbedaan mereka, sebagian besar psikolog setuju bahwa unsur-unsur dalam mimpi mewakili kekhawatiran dari pikiran yang terjaga. Dalam beberapa kasus, mimpi mungkin merupakan cara pikiran untuk mengatasi masalah yang menggagalkan cara berpikir normal. Memang, beberapa psikolog telah menyarankan bahwa ancaman dan konflik dalam mimpi dan mimpi buruk adalah cara pikiran berlatih untuk konfrontasi kehidupan nyata.
Seniman sering terpesona oleh citra mimpi dan memasukkannya ke dalam seni mereka, baik sebagai cara untuk menafsirkan mimpi atau hanya untuk memanfaatkan kekuatan aneh dan menarik mereka. Surealis awal seperti Salvador Dali dan pembuat film Luis Bunuel menggunakan gambar seperti mimpi dalam karya-karya seperti Un Chien Andalou dan The Persistence of Memory. Sutradara David Lynch melanjutkan tradisi dengan film-film yang memadukan gambaran aneh dan seperti mimpi dengan penceritaan yang lugas. Mimpi telah digambarkan dalam lukisan, pertunjukan, dan bahkan buku komik. Film animasi Richard Linklater tahun 2001, Waking Life, menawarkan rangkaian peristiwa seperti mimpi yang diperpanjang, meninggalkan interpretasi kepada pemirsa, seperti halnya mimpi nyata.