Perang Sino-Jepang Pertama (1894-1895) terjadi antara Jepang dan Cina, dan subjeknya adalah kendali atas Korea. Konvensi Li-Ito, sebuah perjanjian yang dibuat pada tahun 1885, mengizinkan China dan Jepang untuk menempatkan pasukan mereka sendiri di Korea. Sembilan tahun kemudian, beberapa orang Korea memberontak melawan pemerintah yang berkuasa sehingga baik Cina maupun Jepang mengirim pasukan untuk membantu memadamkan pemberontakan. Namun, setelah pekerjaan itu selesai, Jepang menolak untuk menarik pasukannya dari Korea yang saat itu dikuasai Cina, dan akibatnya perang pun dimulai.
Perang Tiongkok-Jepang Pertama terjadi dalam pertempuran laut dan darat. Di darat, beberapa kemenangan Jepang memaksa tentara Tiongkok mundur ke utara jauh dari Pyóngyang dan Seoul. Kemenangan Jepang lainnya di Liaoning memungkinkan Tentara Jepang untuk menyerang daerah-daerah sekitar Cina. Di laut, Angkatan Laut Cina kalah dalam beberapa pertempuran laut penting dengan Jepang.
Kerugian China dalam Perang China-Jepang Pertama mengejutkan karena China memiliki lebih banyak sumber daya, populasi yang jauh lebih besar, tentara yang lebih besar, kapal perang yang lebih baik, dan telah menghabiskan banyak upaya untuk memodernisasi militernya. Terlepas dari semua ini, militer berantakan, tentara menjarah desa sesama warga, dan tentara berulang kali meninggalkan medan perang. Sisi organisasi juga berantakan, karena para pejabat sering kali korup dan lebih tertarik untuk berperang satu sama lain daripada mencoba memenangkan perang.
Pada tahun 1895, kedua negara akhirnya mencoba diplomasi, dan baik Jepang maupun Cina menandatangani Perjanjian Simonoseki untuk mengakhiri Perang Tiongkok-Jepang Pertama. Perjanjian ini menjadikan Korea sebagai negara yang secara nominal merdeka (sebenarnya adalah protektorat Jepang), memberikan kendali atas Taiwan, semenanjung Liaodong, dan pulau-pulau Pescadores kepada Jepang, membuka beberapa pelabuhan Tiongkok untuk berdagang dengan Jepang dan Barat, dan menetapkan bahwa Tiongkok harus membayar Jepang 200 juta tael. Segera setelah perjanjian itu ditandatangani, bagaimanapun, intervensi internasional memaksa pemerintah Jepang untuk mengembalikan semenanjung Liaodong ke Cina, tetapi Cina harus membayar tambahan 30 juta tael. Perjanjian kedua setahun kemudian mengizinkan orang Jepang dan Barat untuk menjalankan pabrik di pelabuhan perdagangan China tertentu.
Perang Tiongkok-Jepang Pertama merupakan tonggak sejarah penting bukan hanya karena peralihan kendali atas berbagai wilayah geografis, tetapi juga karena menandai jatuhnya Dinasti Qing Tiongkok dan menekankan keberhasilan modernisasi di Jepang. Hasil perang ini sangat berperan dalam gerakan modernisasi di Cina dan juga mencetuskan gerakan revolusioner yang merupakan cikal bakal Kuomintang.