Menentukan bisa ular spesifik mana yang paling beracun adalah proses yang agak rumit yang biasanya tidak memiliki satu hasil yang jelas tanpa mendefinisikan variabel tertentu terlebih dahulu. Misalnya, “paling beracun” dapat merujuk pada racun ular mana yang paling mematikan dalam jumlah tertentu, atau dapat meredam gagasan awal itu dengan juga mempertimbangkan berapa banyak racun yang disuntikkan oleh ular per gigitan. Toksisitas gigitan juga dapat bergantung pada bagaimana gigitan itu disampaikan, apakah gigi hanya menusuk kulit atau jika racun berhasil disuntikkan ke pembuluh darah atau langsung ke jaringan otot dalam. Bagi banyak orang, ular paling mematikan di dunia dianggap sebagai taipan pedalaman Australia, tetapi ini tentu saja terbuka untuk diperdebatkan dan ditafsirkan.
Toksisitas bisa ular biasanya diukur dalam hal dosis mematikan rata-rata (LD-50) atau jumlah yang diperlukan untuk mematikan untuk setengah dari kelompok uji. Jenis pengujian ini biasanya dilakukan pada tikus lab, dan meskipun cenderung akurat, racun ular berpotensi berperilaku agak berbeda pada tikus dibandingkan dengan manusia. Pengukuran LD-50 biasanya diukur dalam miligram per kilogram (mg/kg), yang menunjukkan jumlah racun yang diperlukan untuk mematikan.
Menggunakan jenis pengukuran ini membantu mempermudah membandingkan tingkat toksisitas pada ular; namun, hasilnya masih bisa bergantung pada bagaimana racun dikirim. Beberapa peneliti percaya bahwa suntikan subkutan, memasukkan racun ular di bawah kulit tetapi tidak harus ke pembuluh darah, adalah yang paling akurat karena mewakili sebagian besar gigitan ular. Dalam eksperimen jenis ini, ular yang paling beracun adalah taipan pedalaman Australia, kadang-kadang disebut “ular ganas”, dengan LD-50 hanya 0.025 mg/kg. Ini dibandingkan dengan ular derik diamondback barat yang ditemukan di Amerika Utara, yang memiliki racun dengan ukuran LD-50 sebesar 18.5 mg/kg, membuat racun taipan pedalaman sekitar 740 kali lebih beracun daripada racun ular derik.
Ketika mempertimbangkan gigitan ular yang menyuntikkan racun langsung ke pembuluh darah, suntikan intravena, angka-angka ini berbeda. Racun ular berbisa diamondback barat memiliki LD-50 sebesar 2.72 mg/kg untuk gigitan intravena, secara signifikan lebih mematikan daripada pengukuran subkutan. Dalam pengujian intravena, ular coklat timur Australia memiliki racun paling beracun dengan LD-50 0.01 mg/kg. Perbedaan dalam teknik pengukuran ini membuat sulit untuk menentukan racun ular apa yang paling beracun.
Masalah yang lebih rumit adalah berapa banyak racun yang disuntikkan dengan satu gigitan ular. Misalnya, taipan pesisir Australia memiliki racun yang kurang beracun dibandingkan ular coklat timur Australia. Namun, taipan pesisir dapat menyuntikkan racun 20-30 kali lebih banyak dalam satu gigitan, membuat hasil gigitan dari taipan pesisir berpotensi lebih fatal. Pada akhirnya, bagaimanapun, pengukuran ini cukup akademis di alam karena salah satu dari ular ini dapat dengan mudah membunuh seseorang dalam satu gigitan dan dalam waktu singkat.