Apa itu Terapi Mimpi?

Terapi mimpi adalah metode memperoleh makna dari gambar dan elemen dari mimpi untuk mendapatkan wawasan tentang psikologi pasien. Paling terkenal digunakan sebagai alat psikoanalisis oleh Sigmund Freud pada akhir abad ke-19 dan diuraikan dalam bukunya The Interpretation of Dreams pada tahun 1900, terapi mimpi mengambil tempat yang menonjol dalam pemahaman publik tentang psikiatri dan proses terapi sepanjang abad ke-20. Namun, pada akhir abad ini, sebagian besar psikolog arus utama mempertanyakan validitas terapi ini, meskipun terapi ini terus digunakan, terutama dalam pengobatan mimpi buruk dan mimpi buruk yang berulang. Gerakan pengobatan alternatif mengadopsi terapi mimpi sebagai metode pengobatan, yang mengarah ke kebangkitan popularitasnya melalui tahun 1990-an dan 2000-an.

Pada intinya, terapi mimpi melibatkan perekaman dan analisis mimpi. Pasien pada awalnya mungkin merasa sulit untuk mengingat mimpi, tetapi dengan beberapa pengkondisian, dia harus dapat menyimpannya cukup lama untuk menuliskannya ke dalam jurnal. Rekaman suara juga dapat digunakan, dan beberapa terapis merekomendasikan untuk menggambar adegan dari mimpi. Yang penting adalah merekam mimpi segera setelah bangun tidur. Bahkan ketika direkam dalam menit pertama, entri jurnal ini akan sering kali berupa tayangan terfragmentasi daripada catatan penuh dan akurat, dan fakta ini harus diingat selama proses analisis.

Buku yang tak terhitung jumlahnya mencantumkan elemen umum dari mimpi bersama dengan interpretasi standar, meskipun banyak yang mempertanyakan nilai interpretasi ini. Kebanyakan profesional malah menyarankan bahwa interpretasi terbaik datang langsung dari pasien, dengan bantuan terapis, jika diperlukan. Informasi yang diperoleh melalui interpretasi tersebut dimaksudkan untuk memberikan pasien pemahaman yang lebih besar tentang masalahnya sendiri dan menyarankan metode untuk mengatasi masalah apa pun.

Penafsiran mimpi adalah praktik yang berasal dari setidaknya orang Yunani dan Mesir kuno dan praktik perdukunan kuno yang digunakan untuk penyembuhan dan ramalan. Pada abad ke-19 dan ke-20, psikoanalisis memberi dunia pemahaman yang lebih besar tentang cara kerja pikiran, yang dipimpin oleh karya-karya Freud dan Carl Jung, terapi mimpi menjadi instrumen sains. Penelitian di akhir abad ke-20 memberi para ilmuwan pemahaman yang lebih baik tentang pikiran manusia tetapi menyebabkan banyak orang mempertimbangkan kembali nilai terapi mimpi. Namun, pada tahun 2009, para peneliti di University of Frankfurt menemukan hubungan antara mimpi jernih – keadaan di mana si pemimpi tahu dia sedang bermimpi – dan psikosis, membuat mereka mempertimbangkan kembali terapi mimpi sebagai pengobatan yang berguna untuk kondisi psikologis seperti psikosis, depersonalisasi dan pseudoseizure.