Histeria, atau lebih tepat disebut sebagai “gangguan somatisasi”, umumnya memiliki dua jenis. Salah satu jenisnya adalah gangguan konversi, di mana pasien biasanya mengeluhkan penyakit fisik yang tidak memiliki penyebab medis. Jenis lainnya adalah gangguan disosiatif, di mana pasien mengalami gangguan dalam ingatannya, kesadarannya, dan kesadarannya akan sekitarnya. Kedua jenis ini dikatakan memiliki penyebab yang sama: pengalaman psikologis atau emosional yang ditekan atau ditekan yang memanifestasikan dirinya dalam cara fisik.
Di antara dua jenis histeria, gangguan konversi dikatakan lebih umum, terutama selama Perang Dunia Pertama dan Kedua ketika banyak mengalami pengalaman traumatis di seluruh dunia. Gejala umum termasuk rasa sakit dan ketidakmampuan untuk menggunakan bagian tubuh, seperti tidak mampu mengangkat lengan. Gejala spesifik yang disebut “astasia-abasia” mengacu pada ketidakmampuan pasien untuk berdiri atau duduk, tetapi anehnya, orang tersebut dapat dengan mudah menggerakkan kakinya ketika dalam posisi santai, seperti berbaring. Dalam beberapa kasus, ada juga ketidakmampuan untuk menggunakan alat indera, seperti kebutaan atau tuli, atau bahkan dominasi sensasi tertentu, seperti terus-menerus mendengar suara tertentu. Ketika rasa sakit tidak terlibat, kelumpuhan parsial atau kelemahan juga bisa dialami.
Menurut “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Third Edition (DSM-III),” salah satu kriteria penting untuk mendiagnosis gangguan konversi adalah bahwa pasien tidak “berpura-pura,” atau hanya mengarang rasa sakit. Dia benar-benar merasakan sakitnya sebagai nyata, meskipun pemeriksaan medis tidak dapat menemukan penyebab yang tepat untuk rasa sakitnya. Gejala fisik juga menimbulkan kesulitan dalam kesejahteraan sosial dan emosional pasien. Beberapa gangguan di bawah histeria konversi adalah gangguan dismorfik tubuh, hipokondriasis, dan gangguan nyeri.
Dalam jenis histeria lain, gangguan disosiatif, pasien memiliki “mantra” di mana dia tidak bertindak seperti dirinya sendiri dan sering tidak mengingat kejadian. Edisi Keempat DSM mendefinisikan empat gangguan di bawah gangguan disosiatif, salah satunya adalah amnesia disosiatif dimana seseorang gagal untuk mengingat periode waktu tertentu dan informasi tentang identitasnya seperti alamat dan kerabat keluarga. Biasanya, suatu objek, kata, atau adegan akan memicu ingatan tiba-tiba, meskipun pengambilan ingatan secara lengkap mungkin tidak terjadi. Jenis histeria disosiatif lain yang terkenal adalah gangguan identitas disosiatif, di mana pasien diamati memiliki beberapa identitas, yang paling asertif mungkin tiba-tiba muncul pada saat-saat yang sangat menegangkan. Transisi identitas ini biasanya tidak diingat, tetapi pasien biasanya mengalami disorientasi dan kebingungan.
Sebagai suatu kelainan, histeria terkadang dapat diartikan sebagai mekanisme pertahanan tubuh setelah mengalami pengalaman traumatis, seperti pelecehan seksual, menyaksikan pembunuhan, atau ditinggalkan secara tiba-tiba. Gejala biasanya diamati pada orang dewasa muda, tetapi anak-anak juga dapat menunjukkan beberapa gejala histeria, meskipun ini lebih sulit untuk didiagnosis. Sesi psikoterapi dan manajemen stres telah terbukti efektif dalam mengurangi gejala dan, yang lebih penting, menemukan akar sebenarnya dari histeria.