Ada berbagai kegiatan, program, dan latihan untuk membantu siswa mengatasi masalah persepsi dan pemahaman yang sering kali berasal dari disleksia. Menggunakan phonics sebagai metode pengajaran dapat sangat membantu pemahaman bacaan. Permainan dan tugas multisensor dapat membantu siswa membuat indranya bekerja sama, faktor kunci dalam mengatasi disleksia. Instruktur dapat membuat modifikasi sehubungan dengan tugas kelas dan jadwal pekerjaan rumah siswa untuk mengakomodasi tantangan disleksia. Dukungan dan dorongan emosional juga penting dalam membantu siswa dengan disleksia memahami dan mengatasi kondisi tersebut.
Disleksia adalah ketidakmampuan belajar yang dapat sangat menghambat kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, dan mengeja. Siswa dengan disleksia dapat terpengaruh dalam berbagai derajat dan dengan cara yang berbeda, jadi tip pertama dalam mengatasi kondisi tersebut adalah mengidentifikasi sifat dan luasnya. Misalnya, satu siswa mungkin mengalami kesulitan mencocokkan suara dengan huruf tertulis, sementara yang lain mungkin mengalami kesulitan membedakan suara itu sendiri. Setelah gejala spesifik diidentifikasi, guru dapat merancang program untuk menargetkan area spesifik yang paling sulit bagi siswa.
Seringkali, siswa dengan disleksia membalik urutan huruf dan dengan demikian mengalami kesulitan membaca kata-kata. Salah satu tip untuk mengatasi masalah ini adalah penggunaan phonics untuk membantu siswa membedakan bunyi kata terlepas dari bagaimana mereka memahami huruf itu sendiri. Dengan menggunakan pendekatan phonics, siswa mulai mengasosiasikan dan mengenali bunyi kata dengan pengelompokan huruf tertentu. Ini, pada gilirannya, meningkatkan pemahaman bacaannya.
Mendengarkan buku dalam kaset sambil mengikuti materi tertulis juga dapat membantu siswa dengan disleksia menghubungkan kata dan pengelompokan huruf dengan suara tertentu. Demikian pula, menggunakan asosiasi gambar dengan pengelompokan kata dapat sangat meningkatkan pemahaman membaca siswa. Misalnya, mengilustrasikan kata atau kalimat membantu siswa dengan disleksia mengasosiasikan huruf dan pengaturan kata dengan konsep tertentu dan dengan demikian meningkatkan pemahaman bacaan.
Akar penyebab disleksia sering kali melibatkan ketidakmampuan penglihatan, suara, ucapan, dan sentuhan untuk bekerja sama. Akibatnya, beberapa program telah dikembangkan untuk membantu siswa dengan disleksia mendapatkan indra dan keterampilan mereka bekerja bersama-sama. Program multisensori ini menggunakan permainan dan aktivitas yang dirancang untuk membuat siswa mendengar, berkata, melihat, dan melakukan tugas tertentu secara bersamaan. Menggunakan latihan seperti ini memungkinkan siswa untuk melatih indranya untuk bekerja sama, yang merupakan langkah kunci dalam menangani disleksia.
Ketika seorang siswa didiagnosis dengan disleksia, setiap upaya harus dilakukan untuk mengoordinasikan tujuan pendidikannya. Guru harus dilibatkan sehingga mereka terbiasa dengan kesulitan khusus siswa dan bersedia menyesuaikan diri dengan jadwal pekerjaan kelas atau pekerjaan rumah. Misalnya, jika seorang siswa mengalami kesulitan membaca tes dan menulis jawaban, guru mungkin bersedia untuk memberikan tes secara lisan. Demikian pula, beberapa siswa dengan disleksia mungkin memiliki lebih sedikit kesulitan mengetik di papan ketik daripada menulis dengan tangan, dan seorang guru harus bersedia mengakomodasi siswa itu dengan mengizinkan penggunaan papan ketik untuk tugas-tugas penting dan mencatat. Karena banyak siswa yang menderita disleksia mudah lelah karena konsentrasi dan usaha yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu, seringnya istirahat dan blok pekerjaan yang lebih kecil dapat sangat membantu keberhasilan siswa.
Akhirnya, karena disleksia dapat berdampak negatif pada kepercayaan diri dan harga diri seseorang, siswa dengan disleksia harus ditawari dukungan positif yang berkelanjutan. Disleksia bahkan dapat membuat tugas-tugas sederhana tampak berlebihan dan membuat frustrasi, jadi penting bagi siswa untuk diperlakukan dengan rasa hormat, kesabaran, dan dorongan. Disleksia umumnya merupakan kondisi seumur hidup, tetapi dengan bimbingan dan dukungan yang tepat, siswa dapat mengembangkan kepercayaan diri dan keterampilan mengatasi yang diperlukan untuk mengatasinya.