Sajak miring, juga disebut sajak tidak sempurna atau miring, melibatkan kata-kata yang bukan sajak persisnya, seperti “uang receh” dan “waktu”. Sebaliknya ia menggunakan kata-kata yang mengandung suara yang sama. Bunyinya bisa berupa vokal, seperti bunyi “ī” dalam “cahaya” dan “mata”. Sajak juga dapat dibuat dengan bunyi konsonan terakhir dalam sebuah kata, seperti bunyi “l” pada “jiwa” dan “semua”. Sajak yang tidak sempurna sering digunakan dalam puisi dan lirik musik modern, terutama rap.
Bentuk sajak ini umumnya tidak diterima sebagai perangkat puisi yang sah sampai akhir 1800-an. Sebelumnya, kritikus tidak menganggap puisi yang menggunakan rima suara sebagai puisi “asli”. Terutama melalui tulisan penyair Inggris WB Yeats dan penyair Amerika Emily Dickinson, bentuk skema rima ini mulai dipahami dan diterima.
Beberapa penyair Barat masih memandang sajak miring dengan ketidaksukaan, percaya bahwa itu adalah keahlian yang buruk dibandingkan dengan sajak yang sempurna. Namun, banyak yang menemukan bahwa ia menawarkan fleksibilitas dan kehalusan bahasa yang tidak dimiliki oleh sajak yang sempurna. Misalnya, ada tekstur yang berbeda untuk berima pada kata “bintang” dan “batu” secara miring, dibandingkan dengan berima “tulang” dan “batu” dengan sempurna. Sajak tidak sempurna memiliki suara yang lebih lembut, dan kombinasi kata juga lebih mencolok.
Saat mencocokkan bunyi kata yang identik untuk sajak miring, penyair memiliki lebih banyak variasi kata untuk dipilih. Penyair yang menggunakan sajak sempurna memiliki kosakata yang terbatas untuk dikerjakan. Banyak kata berima yang ada mungkin tidak sesuai dengan maksud atau nada puisi.
Kata-kata rima sempurna dimulai dengan bunyi konsonan yang berbeda tetapi memiliki bunyi vokal tekanan yang sama, seperti pada “trunk” dan “bunk”. Namun, ada beberapa kata yang tidak dapat berima dengan sempurna dengan kata lain. Kata-kata untuk sajak yang tidak sempurna, bagaimanapun, dalam arti tertentu dapat dibuat. Penyair hanya perlu mengubah satu suku kata dari sebuah kata dan mencocokkannya dengan kata baru. Misalnya, “entah bagaimana/entah bagaimana” menghasilkan sajak miring dan juga menciptakan ritme dalam baris.
Lirik musik rap sering menggunakan sajak miring. Penonton rap tidak selalu berharap untuk mendengar sajak yang sempurna seperti yang dilakukan beberapa pembaca puisi. Penggunaan sajak miring dalam rap mungkin tidak selalu dihasilkan dari keputusan sadar untuk melakukannya. Artis rap lebih tertarik pada bunyi kata-kata saat diucapkan atau dinyanyikan. Sajak miring cenderung memiliki ritmenya sendiri, yang ditingkatkan bila diatur ke irama musik rap.