Peran psikologi dalam manajemen nyeri dapat menjadi penting, karena koneksi pikiran-tubuh sering mempengaruhi pengalaman nyeri. Orang yang menerima psikoterapi sebagai bagian dari rencana manajemen nyeri dapat mengalami hasil yang lebih baik dalam beberapa kasus. Spesialis yang berfokus pada nyeri dapat mengintegrasikan beberapa psikologi dalam manajemen nyeri, atau dapat merekomendasikan agar pasien mempertimbangkan untuk menemui profesional kesehatan mental sebagai bagian dari perawatan.
Nyeri kronis khususnya dapat menyebabkan berbagai masalah psikologis, meskipun nyeri akut juga dapat menjadi masalah. Pasien mungkin stres, depresi, dan frustrasi. Jika mereka tidak menerima manajemen nyeri yang memadai, mereka dapat mengembangkan kebencian dan kemarahan yang dapat membuat sulit untuk bekerja dengan penyedia perawatan. Mereka juga dapat mengembangkan ide-ide yang salah sebagai akibat dari komunikasi yang buruk dengan spesialis mereka; misalnya, pasien mungkin tidak memahami dengan jelas rekomendasi manajemen nyeri yang dibuat oleh dokter.
Dokter yang sadar akan peran psikologi dalam manajemen nyeri dapat memeriksa pasien mereka selama pertemuan rutin untuk mengukur status mental mereka. Jika seorang pasien melaporkan depresi atau frustrasi, penyedia layanan dapat mendiskusikannya dan menentukan apakah ada tindakan yang dapat membantu mengatasi situasi tersebut. Mendengarkan secara aktif dan komunikasi yang jelas dari pihak penyedia dapat membantu pasien merasa lebih percaya diri dan dapat mendorong orang untuk mengambil peran aktif dalam perawatan kesehatan mereka. Jika perlu, penyedia mungkin menawarkan rujukan untuk membantu pasien mendapatkan bantuan khusus.
Praktisi yang bekerja dengan pasien nyeri dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan koping untuk mengelola nyeri secara lebih efektif dan mengatasi masalah psikologis yang mendasarinya. Teknik seperti latihan pernapasan, citra terpandu, dan biofeedback dapat mengintegrasikan psikologi dalam manajemen nyeri untuk memberikan perawatan yang lebih lengkap kepada pasien. Misalnya, seorang pasien dengan nyeri tungkai hantu mungkin bekerja dengan seorang praktisi dan kotak cermin untuk mensimulasikan gerakan anggota tubuh yang hilang dan melatih kembali sirkuit di otak yang terus mengirimkan sinyal rasa sakit. Ini menggunakan psikologi dan kesadaran tentang bagaimana otak bekerja untuk mengatasi rasa sakit.
Pasien terkadang bingung atau terasing dengan rujukan ke profesional kesehatan mental dalam konteks manajemen nyeri, karena mereka mungkin percaya penyedia mereka menyiratkan bahwa rasa sakit itu murni psikologis. Psikologi dalam manajemen nyeri tidak dimaksudkan untuk menggantikan pilihan lain, tetapi untuk melengkapi pengobatan yang ada dan membantu pasien mengelola tekanan emosional yang mungkin menyertai nyeri kronis yang resisten. Jika pasien tidak yakin tentang mengapa layanan kesehatan mental direkomendasikan, penyedia layanan harus dapat memberikan saran dan informasi yang lebih spesifik. Juga disarankan untuk mempertimbangkan pertemuan dengan beberapa konselor untuk menemukan satu yang cocok.