Apa Peran Konotasi dalam Sastra?

Konotasi dalam karya sastra terjadi ketika bahasa yang digunakan menunjukkan dimensi emosional atau empati terhadap makna literal sebuah kata atau gagasan. Konotasi adalah salah satu dari dua kata — konotasi dan denotasi — yang menggambarkan properti yang mendasar bagi bahasa. Denotasi adalah makna harafiah dari sebuah kata atau frase. Seseorang tidak dapat mempertimbangkan implikasi konotatif dari sebuah kata atau frasa tanpa memahami apa arti kata atau frasa tersebut secara harfiah. Konotasi dalam karya sastra memungkinkan tingkat makna yang lebih dalam diberikan kepada gagasan yang bersangkutan.

Hubungan antara denotasi dan konotasi dalam karya sastra memungkinkan terbentuknya idiom dan kiasan lainnya. Denotasi memberikan makna literal dari sebuah kata atau frase. Misalnya, frasa “gigitan apel”, secara harfiah berarti satu gigitan dari sepotong buah. Konotasi dari frasa “gigitan apel” dapat mencakup sejumlah elemen lain, termasuk kisah Alkitab tentang Adam dan Hawa. Demikian juga, apel mungkin merupakan metafora untuk kehidupan dan gigitan untuk tindakan, membuat frasa tersebut berarti “jalani hidup sepenuhnya” atau “rebut hari ini.”

Konotasi dalam sastra memberikan dasar untuk metafora, simile, dan konstruksi linguistik abstrak lainnya. Tanpa metode untuk memberikan makna ide di luar literal, tidak akan ada cara untuk membandingkan konsep abstrak dan konkrit. Konotasi merupakan bagian dari kajian linguistik yang disebut semiotika. Semiotika adalah studi tentang simbol-simbol yang memungkinkan manusia untuk berkomunikasi, terlepas dari bahasa atau budaya. Semua kata dalam bahasa apapun adalah metafora, dengan konotasi memberikan metafora makna yang lebih luas.

Ada banyak contoh konotasi dalam sastra. Misalnya, dalam kutipan terkenal Thomas Wolfe “Anda tidak bisa pulang lagi” kata “rumah” berkonotasi makna yang jauh melampaui interpretasi literal dari sebuah rumah atau bahkan sebuah rumah. “Rumah” yang dirujuk dalam kutipan mengacu pada masa lalu, “rumah” di mana seseorang dibesarkan. Mempertimbangkan frasa tersebut secara denotatif merampas semua bobot dan makna emosionalnya.

Dalam Milton’s Paradise Lost, makna konotatif yang lebih kompleks berasal dari penggunaan bentuk dan konsep mitologi Yunani dan Romawi, termasuk bentuk puisi itu sendiri. Sebagai puisi epik, bentuk Paradise Lost menyiratkan bahwa cerita itu sendiri dalam arti tertentu bersifat mitos. Mitologi Yunani dan Romawi berfokus pada tingkat keilahian tertinggi baik untuk inspirasi maupun materi pelajaran. Maksud Milton dalam menerapkan konotasi ini melalui bentuk adalah untuk memberikan narasi dimensi yang lebih dalam dari cerita literal itu sendiri. Dengan demikian, konotasi tidak perlu disampaikan melalui kata-kata, tetapi dapat diciptakan melalui berbagai unsur sastra juga.