Kebanyakan teori arkeologi berurusan dengan banyak teknik, bukti, dan fakta sejarah yang sama, tetapi pendekatannya berbeda. Peradaban kuno sama kompleks dan kayanya dengan peradaban yang ada saat ini, artinya ada lusinan cara berbeda untuk mendekati dan mempelajarinya. Teori arkeologi selalu menjadi bahan kontroversi, tergelincir dari sejarah budaya ke arkeologi proses dan perilaku. Metode-metode ini akhirnya melahirkan teori arkeologi yang disebut arkeologi post-processual.
Para ahli di bidang arkeologi hampir selalu memperdebatkan teori arkeologi mana yang paling penting dan paling ramping. Arkeologi sejarah budaya berkembang sekitar tahun 1860, setelah teori evolusi dan seleksi alam Darwin menjadi sangat populer. Pendukung arkeologi sejarah budaya berteori bahwa setiap budaya berbeda dan terpisah, dengan kode perilaku normal yang sangat kaku. Misalnya, jika dua potong tembikar ditemukan di sebuah situs penggalian, dengan satu berpola bintik-bintik dan yang lainnya dihiasi dengan garis-garis, seorang arkeolog sejarah budaya akan berasumsi bahwa kedua potongan itu berasal dari dua budaya yang berbeda.
Metode teori sejarah budaya ditemukan agak cacat, meskipun tidak logis. Metode arkeologi ini menyatakan bahwa semua perubahan dan variasi dalam suatu budaya harus diturunkan dari pengamatan orang tersebut terhadap budaya lain. Fokusnya terutama pada mengapa budaya berubah dan berkembang, daripada hanya mencatat bahwa perkembangan ini terjadi. Metode untuk menentukan perdagangan, pergerakan, dan hubungan lintas budaya dipertahankan dari arkeologi sejarah budaya dan diterapkan pada teori arkeologi lainnya.
Teori arkeologi prosesual berkembang baik di dalam, maupun menjauhi, arkeologi sejarah budaya. Mulai tahun 1960-an, banyak arkeolog menyadari apa yang mereka sebut sebagai pandangan yang sangat romantis dan berpikiran tunggal yang mereka rasakan telah digunakan oleh para arkeolog sejarah budaya masa lalu ketika menafsirkan data. Untuk mengatasi ini, arkeolog prosesual berusaha menerapkan metode ilmiah ke situs penggalian arkeologi, membentuk hipotesis tanpa emosi tentang bagaimana dan mengapa orang hidup. Teori arkeologi ini membantu para ekskavator melihat situs penggalian secara lebih objektif, tanpa menempatkan pendapat mereka sendiri pada potongan-potongan teka-teki, meskipun beberapa menganggapnya sebagai cara yang dingin untuk mendekati sejarah.
Teori arkeologi perilaku adalah sesuatu yang merupakan cabang dari arkeologi prosesual. Dikembangkan pada tahun 1970-an, teori-teori arkeologi ini sangat objektif mengamati bagaimana orang bertindak. Ekskavator ini berfokus pada tindakan orang-orang kuno tanpa berspekulasi mengapa mereka bertindak seperti itu. Metode ini mendorong para arkeolog untuk membentuk gambaran utuh masyarakat, dan banyak individunya, tanpa membuat penilaian awal.
Teori arkeologi post-processual adalah salah satu teori terbaru yang dikembangkan. Pada 1980-an, sekelompok arkeolog Inggris menyadari bahwa ekskavator tidak dapat menyatukan budaya kuno tanpa menerapkan gambar dan teori mereka sendiri pada potongan tersebut. Oleh karena itu, sebagian besar teori arkeologi pascaprosesor mendorong para ekskavator untuk berteori, dengan alasan, dan memeriksa mengapa mereka menganggap teori mereka benar. Dengan cara ini, arkeologi telah menjadi lebih dari seni daripada ilmu.