Wawancara keluar adalah pertemuan sukarela yang diadakan antara seorang anggota Departemen Sumber Daya Manusia (SDM) perusahaan dan seorang karyawan yang telah mengundurkan diri. Meskipun wawancara keluar masih merupakan praktik tradisional, semakin banyak perusahaan di era modern yang menghindarinya.
Tujuan dari wawancara keluar adalah untuk mengajukan pertanyaan yang mungkin akan membantu perusahaan meningkatkan cara mereka melakukan bisnis terutama di bidang kepuasan karyawan. Para skeptis berpendapat bahwa wawancara ini lebih merupakan perlindungan untuk melindungi perusahaan dari kemungkinan tuntutan hukum di masa depan. Sebaliknya, jika seorang mantan karyawan merasa bahwa perusahaan telah melakukan kesalahan padanya, pernyataannya selama wawancara keluar dapat digunakan untuk melawannya di pengadilan.
Pakar karir tidak setuju pada efektivitas wawancara keluar. Salah satu manfaat yang jelas adalah bahwa mereka benar-benar membantu perusahaan melakukan perbaikan berdasarkan persepsi jujur dari pengalaman kerja pribadi karyawan. Pakar lain berpendapat bahwa wawancara yang dilakukan ketika seseorang sebenarnya masih bekerja untuk sebuah perusahaan akan lebih tulus dan pada akhirnya bermanfaat. Seorang mantan karyawan mungkin tidak puas, takut menjembatani jembatan atau hanya tidak cukup peduli dengan perusahaan untuk memberikan jawaban bijaksana yang valid.
Beberapa pertanyaan wawancara keluar yang populer: Apa yang Anda suka atau tidak suka dari pekerjaan Anda? Apa alasan utama Anda untuk pergi? Apakah Anda memiliki saran untuk meningkatkan perusahaan? Apakah Anda senang dengan atasan Anda? Apakah Anda akan mempertimbangkan untuk bekerja lagi di perusahaan tersebut di masa mendatang? Apakah Anda akan merekomendasikan bekerja untuk perusahaan kepada keluarga atau teman Anda? Apakah Anda pernah didiskriminasi atau dilecehkan saat bekerja di perusahaan?
Keputusan akhir tentang apakah akan berpartisipasi dalam wawancara keluar semata-mata didasarkan pada keputusan karyawan yang keluar. Namun, biasanya disarankan agar karyawan menyimpan jawaban mereka secara umum. Jika seseorang merasa bahwa mereka tidak akan mampu memadamkan emosi yang berat atau mungkin menjadi marah selama wawancara, maka mereka mungkin harus meneruskan berpartisipasi dalam proses tersebut.