Respons terkondisi adalah jenis perilaku yang dipelajari, dan sering dianggap salah satu yang paling sederhana. Ini adalah respons yang diperoleh melalui stimulus selain dari yang memicunya. Respons semacam itu juga sering disebut refleks terkondisi.
Respons terkondisi dapat dikembangkan melalui prosedur yang disebut akuisisi yang melibatkan pemasangan stimulus netral dengan stimulus terkondisi. Salah satu contoh umum adalah ketika bunyi bel yang keras menghasilkan hewan yang ketakutan. Memasangkan stimulus lain yang lebih netral dengan bel, seperti mainan anjing tertentu, biasanya menyebabkan hewan mengasosiasikan suara keras dengan mainan itu. Hewan itu pada akhirnya akan ketakutan pada kemunculan mainan itu sendiri tanpa bel harus berbunyi.
Pengkondisian klasik, yang sebagian besar merupakan respons terkondisi, dikembangkan oleh Ivan Pavlov pada awal 1900-an. Eksperimen Pavlov melibatkan anjing di mana dia memperhatikan bahwa anjing mengembangkan kebiasaan mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap teknisi lab yang memberi mereka bubuk daging daripada makanan itu sendiri. Untuk menguji teorinya, Pavlov menggunakan metronom untuk memberi isyarat bahwa sudah waktunya untuk makan, dan setelah beberapa kali, anjing-anjing itu mulai mengeluarkan air liur setelah mendengar bunyi klik dari alat itu.
Akan sangat membantu untuk mengetahui elemen-elemen lain dalam pengkondisian klasik untuk sepenuhnya memahami respons yang dikondisikan. Stimulus tanpa syarat adalah stimulus yang secara alami memicu respons baik pada manusia atau hewan, seperti bau makanan. Respons rasa lapar yang tidak berkondisi adalah wajar. Sebaliknya, stimulus terkondisi pada suatu waktu netral, tetapi ketika dipasangkan dengan stimulus tidak terkondisi, ia menjadi terkait dan akan memperoleh respons yang sama, yaitu respons terkondisi.
Teori respon terkondisi telah membantu dalam mempelajari kemampuan sensorik berbagai hewan. Misalnya, Karl von Frisch dapat menentukan bahwa lebah madu dapat melihat beberapa warna dengan mengkondisikan mereka untuk mencari makanan di atas karton biru. Begitu mereka menunjukkan respons yang tepat, dia melakukan hal yang sama dengan karton dengan warna lain dan menemukan bahwa lebah dapat membedakan antara biru dan hijau, biru dan ungu, dan kuning dan hijau.
Meskipun jenis respons ini sering dikaitkan dengan hewan, respons ini juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Anak-anak pertama-tama belajar mengasosiasikan kata, “Tidak!” dengan wajah marah, dan akhirnya belajar menghentikan perilaku mereka. Sebagian besar respons terkondisi, terutama yang dipelajari pada usia dini, menjadi tertanam secara permanen.