Apa itu Pewarnaan Gram?

Pewarnaan Gram mengacu pada hasil tes positif atau negatif yang dihasilkan ketika pencucian yodium dimasukkan ke dalam kultur bakteri untuk mengidentifikasi spesiesnya. Tes ini, yang dikenal sebagai pewarnaan Gram, bekerja dengan mendeteksi keberadaan lipopolisakarida (lipoglikan) dan peptidoglikan (murein) yang terkandung di dalam dinding sel sampel bakteri. Bakteri yang memiliki tingkat peptidoglikan tinggi dikatakan Gram-positif. Sebaliknya, tingkat peptidoglikan yang lebih rendah dengan lipopolisakarida menunjukkan bahwa sampel adalah Gram-negatif.

Pertama, sampel bakteri ditempatkan pada slide kaca dan dipanaskan hanya sampai tidak berbahaya dalam hal menularkan ke pawang. Selanjutnya, sampel bakteri diperlakukan dengan larutan gentian violet-iodine hingga enam puluh detik. Slide kemudian dibilas dengan lembut di bawah air bersih dan larutan Gram diterapkan, yang merupakan campuran yodium dan kalium iodida yang diencerkan dalam air. Langkah ini memicu reaksi terhadap senyawa gentian violet.

Awalnya, reaksi menghasilkan warna biru tua. Namun, pembilasan berikutnya dengan etil alkohol menyebabkan warna pada beberapa sampel bakteri keluar, tetapi tidak pada sampel lainnya. Sebuah solusi pewarna akhir diterapkan yang menggunakan warna kontras, biasanya variasi merah. Sampel yang menerima counterstain ini akan tampak merah muda, dan ditetapkan sebagai Gram-negatif. Namun, sampel yang mempertahankan warna biru tua adalah Gram-positif.

Selain tujuan identifikasi, pentingnya uji pewarnaan Gram terletak pada fakta bahwa bakteri Gram-negatif menghasilkan endotoksin kuat yang dapat menyebabkan penyakit serius, seperti kolera dan tipus. Banyak bakteri Gram-negatif juga resisten terhadap antibiotik dan tidak mungkin membuat vaksin dari mereka. Selain itu, tidak semua bakteri menghasilkan hasil positif atau negatif. Bahkan, beberapa spesies dianggap Gram tak tentu atau variabel Gram. Spesies lain sama sekali tidak terpengaruh oleh pengujian hanya karena memiliki lapisan pelindung seperti lilin di dinding sel mereka yang tidak dapat ditembus oleh noda.

Tes pewarnaan Gram dikembangkan pada akhir 1800-an oleh ahli bakteriologi Denmark yang terkenal, Hans Christian Gram. Namun, tujuan awal dari tes pewarnaan Gram bukanlah untuk membedakan spesies bakteri yang berbeda sama sekali. Faktanya, Dr. Gram hanya mencari cara yang lebih baik untuk mendeteksi keberadaan bakteri dalam sampel dahak yang diberikan oleh pasien pneumonia. Menarik juga untuk dicatat bahwa penemuan Dr. Gram, meski tidak disengaja, akan berdampak besar pada studi bakteri resisten antibiotik setengah abad kemudian.