Apa itu Pertanian Berkelanjutan?

Pertanian berkelanjutan adalah metode menanam tanaman sambil melindungi lingkungan, menghasilkan keuntungan yang cukup besar, dan mengarah ke komunitas pertanian yang sukses. Secara filosofis dan dalam praktik, pertanian berkelanjutan berusaha menemukan cara agar lahan pertanian dapat menjadi penghasil tanaman yang berkelanjutan. Ketergantungan pada sumber yang tidak tersedia di lahan pertanian, seperti air, nutrisi tanah, dan jumlah sinar matahari yang tepat, dianggap tidak berkelanjutan karena pertanian tidak dapat melestarikan dirinya sendiri.

Meskipun istilah pertanian berkelanjutan berasal dari tahun 1980-an, pasti ada upaya di masa lalu yang lebih jauh untuk menciptakan metode terbaik untuk pertanian lahan. Di AS, misalnya, karya perintis George Washington Carver pada abad ke-19 menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana tanaman seperti kapas dapat menghabiskan nitrogen di dalam tanah. Akhirnya, penanaman kapas menyebabkan tanah tidak subur karena penipisan ini. Alih-alih menambahkan nitrogen secara artifisial ke tanah, Carver menganjurkan menanam kacang tanah dan ubi jalar, yang secara alami akan menambahkan nitrogen kembali ke tanah. Prinsip menanam tanaman dan rotasi tanaman ini, yang berfungsi untuk memperbaiki tanah, merupakan ciri pertanian berkelanjutan.

Sebuah peternakan yang mengikuti prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan akan mengikuti aturan umum berikut:

Air tersedia langsung di tanah, baik melalui curah hujan, irigasi dari anak sungai di lokasi, atau sumur. Pompa submersible di sumur harus bekerja dengan tenaga surya atau angin, berlawanan dengan tenaga listrik standar, yang tidak tersedia di lokasi dan menghilangkan lingkungan dari bahan bakar fosil. Setiap sistem penyiraman harus diatur untuk memenuhi kebutuhan tanaman tanpa digunakan secara berlebihan.

Sebagian besar pestisida tidak digunakan, karena dapat menimbulkan dampak yang berkepanjangan terhadap lingkungan, serta orang-orang yang mengonsumsi produk apa pun yang ditanam. Pupuk dengan bahan kimia juga tidak digunakan untuk alasan yang sama. Sebaliknya, kotoran sapi dan limbah tanaman daur ulang direkomendasikan untuk pemupukan tanaman.

Menanam satu jenis tanaman, monokultur, tidak berkelanjutan karena akan menyebabkan penipisan tanah dan erosi. Oleh karena itu, beberapa tanaman harus ditanam dengan pertimbangan untuk memperbaiki tanah.

Setiap mesin pertanian yang mengandalkan bahan bakar fosil tidak berkelanjutan karena menghabiskan sumber daya alam. Studi terbaru dalam mengubah kendaraan yang bergantung pada bahan bakar fosil ke penggunaan minyak nabati dapat membuat rekomendasi ini lebih layak.

Pertanian berkelanjutan juga bergantung pada profitabilitas. Setiap peternakan membutuhkan uang untuk terus beroperasi. Faktor ini menimbulkan masalah yang lebih besar bagi mereka yang mencoba menerapkan metode pertanian berkelanjutan dalam pertanian. Secara umum, produk diangkut dengan truk dari peternakan ke pemasok ke toko, yang melibatkan penggunaan bahan bakar fosil. Penipisan bahan bakar fosil tidak berkelanjutan, dan keandalan keuntungan tidak dapat dihitung karena biaya bahan bakar dan tenaga kerja yang bervariasi.

Peternakan kecil, yang menjual langsung ke konsumen, dapat lebih ketat mematuhi prinsip-prinsip di atas. Namun, kebanyakan orang yang membeli produk di kios pertanian masih harus mengendarai kendaraan yang bergantung pada bahan bakar untuk sampai ke peternakan ini. Masalah ini menciptakan kesulitan dalam mencapai keberlanjutan sejati.

Prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan merupakan langkah maju dalam mengejar pertanian yang lebih ramah lingkungan. Namun, sangat sedikit pertanian yang dapat didefinisikan sebagai sepenuhnya berkelanjutan pada saat ini. Beberapa ahli ekologi telah mengusulkan model untuk mengembangkan kota atau desa di mana petani akan tinggal dekat dengan penduduk lain, sehingga mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Yang lain menyarankan untuk membangun taman atap komunitas di kota-kota yang sudah mapan untuk meningkatkan keberlanjutan. Meskipun model-model ini masih bersifat konseptual, mereka menawarkan jawaban yang menarik untuk pertanyaan tentang bagaimana kita akan memberi makan populasi dunia yang terus bertambah tanpa semakin menguras sumber daya kita.