Pelecehan anak psikologis adalah pelecehan mental atau emosional seorang anak. Dengan jenis kekerasan ini, pelaku tidak memukul atau menyakiti secara fisik anak korbannya. Sebaliknya, ia menggunakan kata-kata, intimidasi, manipulasi, dan menahan hal-hal yang dibutuhkan atau diinginkan anak untuk melecehkannya. Faktanya, bahkan tindakan seperti menahan kasih sayang dari seorang anak dan mengisolasinya dari orang-orang yang mencintainya dapat dianggap sebagai pelecehan anak. Sayangnya, pelecehan anak secara psikologis seringkali jauh lebih sulit untuk dideteksi daripada pelecehan yang bersifat fisik, tetapi banyak ahli kesehatan mental setuju bahwa itu hanya menimbulkan bekas luka.
Ketika seorang anak menderita pelecehan psikologis, dia tidak akan memiliki bekas luka fisik untuk ditunjukkan, tetapi ini tidak berarti bahwa pelecehan itu tidak merugikannya. Ketika seorang anak mengalami pelecehan psikologis, ia dirugikan secara emosional atau mental. Dalam beberapa kasus, pelecehan bahkan dapat melukai perkembangan sosialnya juga. Tanpa bukti fisik, seorang anak sering berada di bawah belas kasihan pelakunya selama beberapa waktu sebelum seseorang memperhatikan dan memberi tahu pihak berwenang. Faktanya, banyak kasus yang tidak pernah ditemukan, dan beberapa anak menghabiskan seluruh masa kecil mereka menderita dari jenis pelecehan ini.
Ada banyak jenis pelecehan psikologis anak, termasuk pelecehan verbal, seperti meremehkan dan menyebut nama; intimidasi; dan isolasi. Menindas atau mengancam serta menolak dan mempermalukan anak sering kali menjadi bagian dari jenis pelecehan ini. Demikian juga, menahan kasih sayang juga bisa melecehkan. Beberapa pelaku bahkan mengabaikan atau menolak untuk berkomunikasi dengan seorang anak sebagai cara untuk melecehkannya. Selain itu, jenis kekerasan terhadap anak ini termasuk mendorong anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kriminal, menggunakan narkoba, atau melakukan tindakan yang dianggap merusak diri sendiri.
Karena tidak ada tanda-tanda fisik yang menunjukkan kekerasan psikologis terhadap anak, orang-orang terkasih yang peduli, ahli kesehatan mental, pekerja sosial, dan otoritas hukum mencari cara lain untuk mengidentifikasi korban. Beberapa gejala yang mungkin mengindikasikan masalah seperti itu termasuk pola terlalu agresif atau pasif secara tidak normal. Anak-anak yang tampak terlalu bersemangat untuk menyenangkan orang lain atau berperilaku lebih seperti orang dewasa daripada anak-anak mungkin menderita pelecehan psikologis atau jenis pelecehan anak lainnya. Beberapa korban dari jenis pelecehan ini juga berperilaku seolah-olah mereka jauh lebih muda dari usia sebenarnya atau tampak terlalu menuntut. Selain itu, beberapa mungkin tampak menarik diri atau mengalami keterlambatan dalam perkembangan fisik, mental, dan emosional mereka — bahkan upaya bunuh diri dapat mengarah pada pelecehan anak secara psikologis.