Dopamin dan depresi memiliki hubungan yang rumit dan sangat terkait. Sederhananya, terlalu banyak atau terlalu sedikit dopamin dapat menyebabkan gejala depresi. Gejala-gejala ini termasuk perasaan sedih dan tidak berharga, kurangnya motivasi, dan kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya menyenangkan. Gejala-gejala ini jelas berkorelasi dengan efek dopamin, yang meliputi kemampuan untuk merasakan kesenangan, merasa termotivasi dan dihargai, dan untuk mempertahankan fokus. Memperbaiki atau mendukung fungsi dopamin dengan obat resep adalah salah satu metode pengobatan depresi yang paling efektif dan banyak digunakan.
Bagian penting dari memahami hubungan antara dopamin dan depresi adalah memahami fungsi dopamin. Dopamin adalah neurotransmitter di otak dan sering disebut sebagai pusat kesenangan otak. Dopamin bertanggung jawab atas kemampuan otak untuk mengalami kesenangan, mempertahankan fokus, dan juga membantu fungsi motorik. Hubungan utama dengan depresi terletak pada efek dopamin pada suasana hati.
Depresi juga penting untuk dipahami ketika mencoba menentukan hubungan antara dopamin dan depresi. Depresi, seperti kebanyakan gangguan kesehatan mental, ditentukan oleh gejalanya. Perasaan sedih dan tidak berharga, kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya menyenangkan, dan pikiran tentang kematian adalah gejala umum dari depresi.
Jelas ketika melihat efek dopamin di samping gejala depresi bahwa ada hubungan yang kuat antara keduanya. Bahkan untuk mata yang tidak terlatih, tampaknya kekurangan dopamin akan mengakibatkan gejala depresi. Kurangnya kemampuan untuk mengalami kesenangan secara logis menghasilkan perasaan sedih dan tidak berharga. Kekurangan kemampuan untuk merasa dihargai dan termotivasi juga akan menyebabkan kurangnya motivasi dan hilangnya minat pada kegiatan yang sebelumnya menyenangkan.
Kemajuan dalam pemahaman dopamin dan kimia otak telah menunjukkan bahwa hubungan antara dopamin dan depresi jauh lebih rumit daripada yang dibayangkan sebelumnya. Depresi pernah diasumsikan sebagai akibat dari kekurangan dopamin, tetapi penelitian pada hewan menunjukkan bahwa paparan dopamin yang berkepanjangan juga dapat menyebabkan gejala depresi. Seiring waktu, terlalu banyak dopamin menyebabkan protein pengatur di otak, yang disebut Akt, menjadi tidak aktif. Ketidakaktifan protein ini diyakini bertanggung jawab untuk menghasilkan gejala depresi pada tikus. Penemuan ini membawa pemahaman baru tentang efek penyalahgunaan obat perangsang, yang meningkatkan kadar dopamin, dan depresi.
Pengobatan depresi juga mengungkapkan hubungan antara dopamin dan depresi. Sebagian besar obat antidepresan yang diresepkan oleh psikiater bekerja dengan menargetkan fungsi dopamin di otak. Contoh populer terletak pada Bupropin, juga dikenal sebagai Wellbutrin, yang diyakini meningkatkan jumlah waktu dopamin dapat memengaruhi reseptor otak.