Filsafat Plato, yang hidup di Yunani dari sekitar 428 hingga 348 SM, sangat penting dan berpengaruh dalam sejarah pemikiran Barat. Beberapa elemen yang paling menonjol dalam filsafat Plato termasuk gagasan tentang sifat kebajikan moral, teori bentuk pemerintahan terbaik, dan teori bentuk Plato. Mengidentifikasi keyakinan Plato sendiri diperumit oleh fakta bahwa Plato menulis terutama dalam bentuk dialog dan Plato sendiri tidak pernah muncul sebagai karakter di salah satu dari mereka. Bukannya sekadar memaparkan serangkaian argumen, Platon mempresentasikan idenya dalam tulisannya dengan menggambarkan percakapan antara dua orang atau lebih, di mana berbagai ide, argumen, dan kontra-argumen akan disajikan. Salah satu tokoh dalam dialog ini biasanya adalah guru Plato, Socrates, yang merupakan tokoh terkemuka dan berpengaruh tetapi tidak meninggalkan karya tulisnya sendiri.
Para filsuf dan cendekiawan kemudian kadang-kadang tidak setuju tentang ide mana yang muncul dalam dialog Platon yang merupakan keyakinan Plato sendiri, yang disajikan melalui Socrates sebagai perangkat sastra, dan mana yang merupakan keyakinan yang dipegang oleh Socrates historis dan dilaporkan tetapi tidak harus didukung oleh Plato. Ada juga ketidaksepakatan mengenai apakah beberapa ide dalam karya Plato, seperti deskripsi kota ideal yang diperintah oleh raja-filsuf di Republik, dimaksudkan secara harfiah.
Salah satu aspek yang terkenal dari filsafat Plato adalah gagasan bentuk, yang diusulkan Plato sebagai penjelasan tentang sifat universal. Universal adalah karakteristik yang dapat hadir dalam beberapa objek tertentu pada saat yang bersamaan. Misalnya, hidran merah, darah merah, dan burung merah adalah objek tertentu yang memiliki kualitas kemerahan yang sama, yang bersifat universal. Satu pertanyaan filosofis umum, yang disebut masalah universal, adalah apakah universal adalah entitas nyata dan apa sifatnya jika memang demikian.
Plato percaya bahwa universal memang ada dan memiliki keberadaan di luar objek tertentu yang kebetulan memilikinya, posisi yang sering disebut realisme Platonis. Hal ini kontras dengan keyakinan yang disebut nominalisme bahwa hanya objek tertentu yang ada dan keyakinan bahwa universal memang ada sebagai entitas nyata, tetapi keberadaan mereka tergantung pada keberadaan objek tertentu yang memilikinya, posisi yang biasa disebut realisme Aristotelian.
Untuk menjelaskan sifat universal, Platon mengusulkan gagasan objek abstrak yang disebut bentuk yang merupakan esensi sempurna dan tidak berubah dari semua hal konkret dan partikular. Misalnya, semua kuda individu adalah instantiasi, atau berpartisipasi dalam, bentuk kuda, sehingga mereka semua memiliki sifat yang sama seperti kuda meskipun individu unik yang berbeda satu sama lain dalam berbagai cara lain. Demikian pula semua benda berwarna merah merupakan pantulan dari bentuk kemerahan, semua benda yang berbentuk bola merupakan pantulan dari bentuk bola, dan seterusnya. Ini berlaku tidak hanya untuk karakteristik fisik, tetapi juga untuk konsep yang lebih abstrak. Benda yang indah mencerminkan bentuk yang indah, tindakan yang hanya mencerminkan bentuk yang adil, dan seterusnya.
Bentuk-bentuk itu ada di luar ruang dan waktu dan hanya dapat dipahami melalui nalar daripada pengamatan indrawi. Meskipun tidak memiliki keberadaan fisik, bentuk-bentuk dalam filsafat Plato dalam arti tertinggi lebih nyata daripada objek tertentu, karena setiap sifat dari setiap objek tertentu merupakan cerminan dari bentuk. Ekspresi Plato yang paling terkenal dari ide ini muncul di Republik, di mana ia membandingkan dunia yang kita lihat dengan bayangan yang dilemparkan di dinding gua oleh benda padat yang bergerak di depan api, bayangan yang kebanyakan orang, tidak menyadari bentuk yang mendasarinya. semuanya, kesalahan untuk kenyataan.
Filsafat Plato memasukkan ide-idenya pada sejumlah besar topik lain, termasuk etika, sifat manusia, dan sifat dan tujuan aktivitas manusia seperti seni dan retorika. Dalam dialognya The Republic, Plato mengusulkan analogi antara bentuk pemerintahan terbaik dan tatanan terbaik jiwa individu. Dia membagi jiwa individu menjadi tiga bagian atau fakultas: alasan, selera atau keinginan, dan roh, yang mencakup hal-hal seperti keberanian dan kemauan keras.
Plato percaya bahwa orang yang adil adalah orang yang diatur oleh akal, dengan selera dan semangat di bawahnya. Demikian pula, menurutnya, negara yang paling adil adalah negara yang diperintah oleh elit kecil yang terdiri dari mereka yang paling diatur oleh akal dan kebijaksanaan yang memerintah mereka yang diatur oleh selera atau roh. Ini biasanya disebut sebagai konsep raja-filsuf. Namun, sering diperdebatkan apakah Platon bermaksud menganjurkan ini sebagai model aktual atau pemerintahan nyata atau hanya menggunakannya sebagai metafora untuk menggambarkan ide-idenya tentang sifat orang yang berbudi luhur.