Istilah diaspora digunakan untuk menyebut pembubaran kelompok agama atau etnis dari tanah airnya, baik secara paksa maupun sukarela. Kata itu juga digunakan untuk menyebut orang-orang itu sebagai kelompok dan komunitas kolektif. Sejarah manusia telah memasukkan sejumlah diaspora, dan beberapa sejarawan telah menjadikan fenomena tersebut sebagai fokus studi. Tercerabut dari tanah dan budaya asli seseorang dapat menjadi peristiwa besar dalam kehidupan individu dan budayanya, sehingga studi tentang diaspora sangat penting.
Kata tersebut berasal dari istilah Yunani Kuno yang berarti “menyebarkan atau menabur benih.” Ada beberapa hal yang membedakan diaspora. Yang pertama adalah gagasan bahwa anggota diaspora pergi bersama, atau dalam waktu singkat, daripada perlahan-lahan keluar dari tanah air mereka. Sebagai sebuah kelompok, individu-individu tersebut bermukim kembali di tempat baru, mempertahankan hubungan satu sama lain, budaya mereka, dan tanah air mereka. Tidak seperti beberapa migran, anggota diaspora mempertahankan tradisi budaya dan agama, dan berusaha untuk melestarikan budaya mereka.
Beberapa sarjana menggunakan istilah tersebut secara khusus dalam konteks diaspora Yahudi, yang dimulai pada 600 SM. Orang-orang Yahudi sering juga digunakan sebagai contoh klasik dari diaspora, karena mereka telah pindah berkali-kali, tidak selalu secara sukarela. Namun, meskipun banyak relokasi dan berbagai kesulitan, diaspora Yahudi telah mempertahankan rasa kebersamaan yang kuat, koneksi ke Tanah Suci, dan tradisi budaya.
Konsep ini juga digunakan dalam diskusi tentang diaspora Afrika, yang dapat dikatakan dimulai dengan perbudakan dan relokasi orang Afrika berikutnya oleh orang Eropa. Penduduk asli Amerika juga menyebut diri mereka sebagai diaspora, berbicara tentang pemindahan paksa mereka ke reservasi dan upaya mereka untuk mencegah budaya mereka diencerkan atau diserap. Banyak diaspora sepanjang sejarah telah didokumentasikan, dengan penyebab mulai dari bencana alam hingga pencarian perbaikan diri.
Bagi orang-orang dari keturunan campuran, gagasan tentang hubungan yang kuat dengan tanah air bisa tampak agak tak terduga. Namun, bagi banyak anggota diaspora, mempertahankan hubungan ini melalui beberapa generasi dan di berbagai tempat di tempat yang sangat penting bagi identitas mereka. Anggota diaspora cenderung berkumpul bersama dalam komunitas yang lebih besar, sering mengadopsi nilai-nilai konservatif untuk mempertahankan budaya mereka, dan menanamkan cita-cita kepada anak-anak mereka tentang tanah air mereka. Mereka mungkin mengajari anak-anak mereka bahasa tanah air mereka, memasak hidangan tradisional, mempraktikkan agama etnis, atau berpakaian dengan cara yang membedakan mereka dari anggota negara angkat mereka. Banyak anggota diaspora juga berharap suatu hari nanti kembali ke tanah air mereka, untuk berkunjung jika tidak untuk tinggal secara permanen.