Fluoresensi adalah fenomena optik yang dimanifestasikan sebagai cahaya bercahaya. Kami mengamatinya setiap hari di bola lampu neon kompak hemat energi yang digunakan di banyak rumah tangga dan beberapa jenis tongkat pijar, tetapi juga di klub malam. Ini sering disebut sebagai “cahaya dingin”, karena sangat sedikit panas yang dipancarkan oleh sebagian besar zat fluoresen. Ini sangat berbeda dengan lampu pijar, jenis cahaya yang ditemukan pada bola lampu tradisional yang dipancarkan karena suhu tinggi.
Fenomena lain yang sangat mirip dengan fluoresensi adalah fosforesensi. Dalam kedua kasus, cahaya dingin akan dipancarkan ketika objek pemancar cahaya terkena sumber energi eksternal. Namun, fluoresensi berbeda dari pendar dalam hal cahaya fluoresen berhenti segera setelah sumber energi dihilangkan, sementara cahaya berpendar akan terus bersinar untuk beberapa waktu setelahnya.
Fenomena ini terjadi ketika foton energi tinggi berdampak pada bahan fluoresen, atau fluorofor, dan mengeksitasi elektron yang membentuk atom fluorofor. Elektron ini didorong ke keadaan energi tinggi dari mana mereka akhirnya kembali ke keadaan normal, atau dasar. Selama proses ini, kelebihan energi dapat dilepaskan sebagai foton lain yang membawa lebih sedikit energi daripada yang semula berdampak pada fluorofor.
Foton berenergi lebih rendah inilah yang dapat ditangkap oleh mata kita sebagai cahaya fluoresen. Foton yang dipancarkan mungkin memiliki panjang gelombang yang dapat dideteksi oleh mata telanjang, atau mungkin memiliki panjang gelombang yang lebih pendek atau lebih panjang dan hanya terlihat menggunakan filter tertentu. Untuk fluorofor tertentu, hubungan antara panjang gelombang foton yang menarik dan panjang gelombang foton yang dipancarkan adalah konstan. Ini berarti bahwa jika fluorofor yang diberikan diamati di bawah mikroskop menggunakan laser dengan kekuatan konstan, warna yang terlihat melalui lensa mata akan tetap sama.
Fluoresensi digunakan secara luas dalam penelitian biokimia dan molekuler, serta dalam ilmu forensik. Misalnya, DNA dapat divisualisasikan menggunakan senyawa fluoresen yang dikenal sebagai etidium bromida, yang mengikat jenis DNA tertentu dan memungkinkan mereka untuk dilihat sebagai pita oranye di bawah sinar UV. Ilmuwan forensik juga menggunakan sifat fluoresen dari cairan tubuh tertentu seperti darah, urin, dan air mani, untuk menemukannya di TKP. Ini akan bersinar di bawah sinar UV, bahkan ketika mereka tidak terlihat di bawah cahaya alami. Hal ini juga dapat digunakan dalam lukisan dan seni lainnya, yang menggunakan bahan fluorescent dan ditampilkan di bawah sinar UV untuk menciptakan efek dunia lain. Barang-barang koleksi tertentu seperti batu permata dapat diidentifikasi dengan cara ini. Misalnya, beberapa berlian akan bersinar biru saat terkena sumber sinar UV.