Teori kognitif dibangun di sekitar premis bahwa pikiran seseorang mengendalikan tindakannya, kepribadiannya, dan sampai taraf tertentu keadaannya. Ini adalah bidang psikologi yang sangat kontras dengan teori perilaku, yang menyatakan bahwa ada hubungan timbal balik antara perilaku individu dan lingkungan fisiknya. Beberapa psikolog menggabungkan dua teori untuk membentuk apa yang disebut teori kognitif-perilaku. Salah satu aspek yang lebih kontroversial dari teori kognitif adalah gagasan bahwa gangguan mood yang parah dapat diubah oleh pola berpikir.
Gagasan utama di balik teori kognitif adalah bahwa seorang individu menjadi apa yang dia pikirkan. Tingkah laku adalah akibat langsung dari pikiran internal, yang mampu dikendalikan. Teori ini menyatakan bahwa proses dan pola berpikir dapat diubah jika seseorang belajar bagaimana mengenali dan memperbaiki kecenderungan destruktif. Misalnya, kepribadian dan identitas seseorang dapat dibentuk kembali melalui manifestasi pikiran.
Bahkan, beberapa orang akan melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa seluruh keadaan dan hasil kehidupan dapat dikontrol secara langsung melalui proses berpikir. Menurut teori kognitif, salah satu cara untuk mendorong dan membuka pola pikir baru adalah melalui meditasi. Gangguan mood, seperti depresi dan kecemasan telah terbukti responsif terhadap bentuk terapi kognitif. Beberapa ahli setuju bahwa terapi kognitif adalah metode pengobatan yang lebih efektif daripada antidepresan saja.
Dalam beberapa hal, teori kognitif mirip dengan konsep agama Timur, terutama yang ditemukan dalam ajaran Buddha. Kata-kata seperti, “Saya berpikir, maka saya ada,” dan “kita menjadi pikiran kita,” mencerminkan teori tersebut. Ini adalah gagasan bahwa ekspresi lahiriah seseorang adalah hasil dari batinnya.
Teori kognitif mulai mendapatkan kekuatan pada 1980-an dan 1990-an. Banyak sumber daya swadaya dibangun di sekitar gagasan untuk mengubah kehidupan dan suasana hati seseorang melalui perubahan pola pikir. Misalnya, kebahagiaan akan terus menghindari mereka yang berpikir bahwa mereka tidak bahagia atau yang tidak melihat aspek positif dalam situasi mereka. Kritik terhadap teori ini berkisar pada gagasan bahwa proses berpikir terlalu kompleks dan abstrak untuk dipahami sepenuhnya.
Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa proses berpikir seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh persepsinya sendiri, tetapi oleh persepsi orang lain di lingkungannya. Umpan balik, terutama kritik, dapat merangsang pemikiran yang berada di luar kendali orang yang menerima. Sementara orang itu pasti dapat mencoba untuk mengubah pola pikir tersebut dan membingkai ulang cara kritik diproses, pola pikir negatif tersebut mungkin secara tidak sengaja muncul kembali. Kritik tambahan dari teori kognitif adalah bahwa teori itu relatif tidak terdefinisi dan sulit untuk diterapkan pada populasi secara keseluruhan.