Istilah “ilmu lunak” kadang-kadang digunakan untuk merujuk pada cabang-cabang penyelidikan ilmiah yang lebih mengandalkan dugaan dan analisis kualitatif daripada kepatuhan yang ketat terhadap metode ilmiah. Frasa ini sering digunakan sebagai peyoratif, membedakannya dari “hard science”, dengan implikasi bahwa hanya hard science yang merupakan sains sejati. Sejumlah bidang dapat dianggap sebagai ilmu lunak, termasuk ilmu-ilmu sosial, psikologi, dan antropologi, meskipun sebenarnya bidang-bidang ini merupakan campuran dari ilmu lunak dan keras.
Dalam ilmu keras, titik fokusnya adalah eksperimen. Peneliti membuat eksperimen yang dapat dikontrol dan direproduksi dengan hati-hati, dan mereka menggunakan eksperimen ini untuk menguji hipotesis, mengumpulkan data yang dapat dianalisis dalam berbagai cara untuk mengumpulkan informasi tentang hasil eksperimen. Ilmu keras bergantung pada pengamatan langsung, dan membanggakan dirinya sebagai yang seimbang dan tidak bias mungkin. Tujuannya adalah untuk mendapatkan fakta di atas segalanya.
Ilmu lunak mungkin atau mungkin tidak melibatkan eksperimen, tergantung pada bidangnya, dan eksperimen mungkin lebih sulit untuk dikendalikan atau direproduksi. Studi psikologi, misalnya, memiliki sejumlah variabel yang tidak dapat dikendalikan, sehingga sulit untuk menganalisis data dari eksperimen tersebut, atau meminta peneliti lain untuk mengulangi eksperimen tersebut. Cabang ilmu ini menggunakan dugaan dan diskusi yang lebih terbuka, daripada berpegang teguh pada batasan, fakta, dan topik yang ditentukan dengan jelas, dan dugaan dalam ilmu lunak mungkin tidak dapat dibuktikan dengan eksperimen dan penelitian lainnya.
Psikologi sering dijadikan contoh soft science. Beberapa cabang psikologi memang cenderung ke arah yang lembut, karena ilmu ini melibatkan eksplorasi pikiran manusia, kesadaran, dan topik licin lainnya. Namun, psikolog juga telah berhasil melakukan eksperimen yang sangat sukses untuk menguji hipotesis, dan eksperimen ini jelas dapat direplikasi, menunjukkan semua ciri sains keras.
Beberapa orang berpendapat bahwa batas antara ilmu lunak dan keras sebagian besar dibuat-buat, dan bahwa perbedaan antara keduanya mungkin dilebih-lebihkan. Beberapa ilmuwan setuju dengan sudut pandang ini, lebih memilih untuk membedakan antara sains yang baik dan buruk daripada sains keras dan lunak, dan menunjukkan bahwa banyak dari dugaan “ilmu keras”, seperti fisika, bergantung pada lompatan besar logika dan dugaan, terutama di tingkat yang lebih tinggi. Seandainya Einstein dibatasi oleh batas-batas sains keras, misalnya, dia mungkin tidak akan pernah menemukan Teori Relativitas ini, karena teori tersebut melibatkan banyak dugaan dan lompatan keyakinan ilmiah ketika dia pertama kali mengemukakannya.