Istilah korban intimidasi dapat digunakan dalam dua cara yang berbeda ketika membahas fenomena sosial intimidasi. Satu definisi menggunakan istilah untuk menggambarkan seseorang yang menjadi sasaran perilaku bullying, sedangkan definisi kedua menggunakannya untuk menggambarkan seseorang yang menjadi korban sekaligus pelaku. Pada contoh pertama, korban mengalami pola perilaku yang mengintimidasi, mengancam, dan menghina dari pelaku intimidasi atau kelompok pelaku intimidasi. Dalam kasus kedua, dia mungkin juga berbalik dan menggertak orang lain yang dia anggap rentan dan statusnya lebih rendah dalam hierarki sosial di mana korban dan penindas berinteraksi. Fakta bahwa beberapa korban intimidasi yang sah terus menggertak orang lain berkontribusi secara signifikan terhadap kesulitan mengatasi dan menyelesaikan masalah intimidasi.
Dalam penggunaan kata pertama, korban intimidasi adalah seseorang yang berulang kali mengalami pelecehan atau eksploitasi dari individu atau individu. Meskipun konflik tidak dapat dihindari dalam sebagian besar situasi sosial, intimidasi melibatkan pola perilaku yang ditujukan terhadap seseorang yang dianggap oleh pelaku sebagai rentan. Pengganggu sering melanjutkan perilaku negatif mereka karena mereka tidak percaya bahwa mereka akan mengalami dampak negatif. Demikian pula, korban mungkin sering merasa tidak berdaya dan percaya bahwa mengambil tindakan untuk menghentikan siksaan, termasuk memberi tahu figur otoritas, tidak akan ada gunanya. Dalam banyak kasus, seorang korban mungkin memiliki keterampilan sosial yang sangat buruk dan tidak dapat mengembangkan strategi untuk menghadapi pelaku intimidasi atau mengurangi perilakunya.
Ketika istilah korban intimidasi digunakan untuk menggambarkan seseorang yang menjadi pelaku intimidasi dan korban intimidasi, istilah tersebut biasanya menggambarkan seorang anak atau orang dewasa yang mengalami intimidasi dan, karena stres atau frustrasi, terlibat dalam perilaku serupa terhadap orang lain. Beberapa ahli percaya bahwa baik korban intimidasi maupun pelaku intimidasi itu sendiri seringkali memiliki keterampilan sosial yang buruk dan mengalami kesulitan untuk menegosiasikan hubungan sosial dengan cara yang sehat. Oleh karena itu, intimidasi dan viktimisasi mungkin merupakan gejala dari kurangnya keterampilan sosial korban sendiri dan pemahaman tentang hubungan sosial yang sesuai. Jenis korban penindas ini mungkin mengalami kesulitan menerima bantuan jika figur otoritas, seperti guru, lebih fokus pada tindakan agresinya sendiri daripada pengalamannya diintimidasi oleh orang lain. Dengan demikian, penting bagi individu yang bertanggung jawab untuk mencegah intimidasi untuk mempertimbangkan posisi pelaku intimidasi itu sendiri dalam hierarki sosial dan apakah dia sendiri telah menjadi sasaran perilaku negatif.