Apa itu Model Kolaborasi?

Model kolaboratif merupakan model psikolinguistik yang pertama kali dikemukakan oleh Deana Wilkes-Gibbs dan Herb Clark pada akhir tahun 1980-an. Menurut model tersebut, pihak-pihak yang terlibat dalam suatu percakapan harus berkolaborasi agar percakapan tersebut memiliki makna bersama bagi semua pihak yang terlibat. Clark dan Wilkes-Gibbs mengusulkan model untuk memasukkan proses pemahaman yang diperlukan yang dikenal sebagai presentasi dan penerimaan. Dengan kata lain, menurut model kolaboratif, pembicara harus menyajikan kata-kata percakapan sementara pendengar menerima makna yang saling dipahami untuk kata-kata itu. Mengartikulasikan penerimaan khusus tidak diperlukan, melainkan diungkapkan melalui percakapan lanjutan berdasarkan saling pengertian.

Misalnya, June dan Janice berbicara tentang anjing. Penggunaan kata “anjing” oleh June, sebagaimana disajikan melalui konteks dan petunjuk lainnya, dimaksudkan untuk mengartikan spesies anjing peliharaan dan anjing liar. Di bawah model kolaboratif, Janice dan June harus memahami apa yang dimaksud June dengan “anjing” agar percakapan memiliki arti yang sama atau mirip dengan kedua wanita tersebut. Selama percakapan, Janice harus mengungkapkan beberapa pemahaman verbal atau nonverbal tentang apa arti istilah “anjing” dalam konteks percakapan. Tanpa kerjasama Janice, June tidak memiliki sarana untuk menilai apakah artikulasi yang disajikan dipahami dengan jelas oleh Janice atau jika dia harus memodifikasi presentasinya untuk memfasilitasi pemahaman Janice.

Sebelum pengenalan model kolaboratif dan saran serupa mengenai kolaborasi percakapan, psikolinguistik berpegang pada pemahaman berdasarkan model sastra. Model sastra menyamakan percakapan dengan penulis dan pembaca buku, dengan pembicara mempertahankan kontrol penuh atas bagaimana kata-kata yang dipilih ditafsirkan oleh audiens melalui petunjuk konteks. Wilkes-Gibbs dan Clark, serta psikolinguistik lainnya pada 1970-an dan 1980-an, menyajikan konsep bahwa alih-alih pembicara menentukan makna, percakapan bersifat kolaboratif di mana pendengar menentukan makna mereka sendiri berdasarkan pengalaman pribadi dan petunjuk konteks. Oleh karena itu, pembicara di bawah model kolaboratif, harus menyesuaikan pilihan kata untuk mengimbangi pemahaman yang berbeda saat percakapan berlangsung.

Studi yang dilakukan selama akhir 1980-an memberikan kredibilitas pada teori di balik model kolaboratif. Mengikuti model sastra, seseorang yang mendengar percakapan harus memahami pembicara serta mereka yang berbicara langsung dengan pembicara tersebut. Hasil pengujian kelompok kecil informal pada akhir 1980-an dan awal 1990-an diilustrasikan secara berbeda. Alih-alih memahami percakapan, banyak peserta mengalami kesulitan mengikuti percakapan di mana individu tidak berpartisipasi secara langsung, bahkan ketika pendengar yang mendengar mendengar setiap kata percakapan. Dengan demikian, hasilnya menunjukkan bahwa kolaborasi antara pembicara dan pendengar, bahkan dalam skala kecil, diperlukan untuk pemahaman yang bermakna dari percakapan apa pun.

Sejak diperkenalkannya model percakapan kolaboratif, model serupa telah disajikan untuk mencakup pembelajaran, penelitian, proyek minat manusia, dan arena lainnya. Model dan teori seperti model pembelajaran kolaboratif, model pembelajaran kolaboratif, model praktik kolaboratif, dan model kepemimpinan kolaboratif mencakup semuanya mulai dari instruksi hingga proses bisnis. Setiap model menggambarkan kebutuhan atau harapan kolaborasi dalam berbagai lingkungan. Guru, misalnya, perlu berkolaborasi dengan siswa, terapis, dan profesional pendidikan lainnya untuk mencapai tujuan pendidikan. Para pemimpin bisnis membutuhkan hubungan kolaboratif untuk menjadi yang paling efektif dalam hal memenuhi tujuan bisnis.