Apa Hubungan Epistemologi dan Ontologi?

Epistemologi dan ontologi terkadang berjalan beriringan karena orang yang mempelajari epistemologi menganggap bahwa objek itu ada, dan ontologi adalah studi tentang objek yang ada. Juga, orang yang mempelajari ontologi dapat mempelajari pengetahuan, yang merupakan fokus utama epistemologi, tetapi tidak dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh epistemologis. Para filsuf juga menggunakan kedua bidang ini bersama-sama dalam mencoba menentukan hal-hal tertentu, seperti lokasi pengetahuan.

Epistemologi
Orang yang mempelajari epistemologi berfokus pada semua aspek pengetahuan. Ini mencakup apa itu, bagaimana manusia memperolehnya dan menggunakannya, dan apakah mungkin untuk mengetahui sesuatu secara lengkap atau tidak. Dalam melakukan ini, mereka umumnya harus berasumsi bahwa objek ada sehingga mereka dapat mempelajari bagaimana orang belajar tentang mereka dan mengetahui tentang mereka. Karena ontologi adalah studi tentang apakah dan bagaimana objek ada, epistemologis harus berasumsi bahwa beberapa temuan dari ontologi adalah benar sebelum mereka dapat mulai membuat argumen tentang pengetahuan.

Ontologi
Sementara ahli epistemologi mempelajari sifat pengetahuan, ahli ontologi juga dapat mempelajarinya. Namun, mereka memiliki fokus yang berbeda; karena mereka ingin menentukan apakah pengetahuan adalah objek atau ide. Dalam kajian ontologis, jika pengetahuan adalah sebuah objek, maka pengetahuan itu harus ada secara independen dari pikiran manusia, sedangkan jika hanya berupa ide, maka pengetahuan itu hanya bisa eksis secara subjektif dalam pikiran seseorang. Jika ini benar, maka timbul pertanyaan tentang bagaimana dua orang dapat memiliki pengetahuan yang sama tentang sesuatu — misalnya, bagaimana dua orang dapat mengetahui bahwa Matahari terbit di timur. Terlepas dari perbedaan fokus, ontologis masih menggunakan beberapa konsep dari epistemologi ketika membangun argumen.

Aplikasi umum
Satu perdebatan filosofis di mana epistemologi dan ontologi keduanya digunakan adalah tentang apakah pengetahuan ada secara objektif, atau apakah perlu memiliki pikiran untuk memiliki pengetahuan. Misalnya, jika seseorang memikirkan karakteristik tertentu tentang kucing, maka seorang filsuf ingin mengetahui apakah pengetahuan tentang karakteristik itu ada dalam pikirannya, atau apakah itu ada di suatu tempat di luar tubuhnya.

Ini juga digunakan untuk mempelajari bagaimana seseorang dapat kehilangan pengetahuan tanpa menyadarinya. Misalnya, seseorang dapat mengetahui jam berapa suatu hari, tetapi jika dia lupa mengganti jam untuk waktu musim panas pada hari berikutnya, maka dia akan kehilangan pengetahuan itu tanpa menyadarinya, karena dia masih akan berpikir bahwa dia tahu. waktu, meskipun dia sebenarnya salah. Karena para filsuf mendefinisikan pengetahuan sebagai sesuatu yang selalu benar, mereka tidak akan mengatakan bahwa orang tersebut salah atau memiliki pengetahuan yang salah, melainkan bahwa ia telah kehilangan pengetahuan.

Selain itu, kedua bidang ikut bermain dalam studi apakah konsep etis seperti “Pembunuhan itu salah” ada dalam pikiran seseorang atau di masyarakat. Jika suatu konsep hanya ada di benak seseorang, maka timbul pertanyaan bagaimana konsep moral tertentu sangat tersebar luas di masyarakat dan tampak intuitif. Jika konsep itu ada di masyarakat, maka seorang filsuf akan mencoba mencari tahu bagaimana konsep itu bisa ada di masyarakat di luar pikiran orang tanpa benar-benar menjadi objek fisik.