Kognisi yang terkandung adalah bidang penyelidikan ilmiah dengan akarnya tertanam kuat dalam filsafat yang dimulai dengan Kant, seorang filsuf abad ke-20. Teori ini mengusulkan bahwa pikiran manusia sangat rentan, jika tidak sepenuhnya ditentukan oleh keadaan dan tindakan tubuh manusia. Penelitian dari berbagai perspektif ilmiah dan filosofis bersinggungan dengan pikiran yang terkandung. Bidang studi tersebut meliputi psikologi, ilmu saraf, epistemologi evolusioner, biologi, filsafat dan bidang kecerdasan buatan dan robotika. Dengan teori-teori baru yang diajukan mengenai pengaruh pikiran-tubuh dari masing-masing bidang ini, khususnya kecerdasan buatan, peneliti sering menyimpulkan bahwa pengaruh tidak hanya tubuh pada pikiran, tetapi juga pengaruh sistem motorik pada kognisi manusia.
Beberapa pendekatan kognisi berfokus pada teori operasional pikiran yang berinteraksi dengan simbol-simbol di lingkungannya untuk melakukan tindakan; namun, kognisi yang diwujudkan mengambil pendekatan yang sangat berbeda. Alih-alih, teori tersebut mengusulkan bahwa kognisi adalah aktivitas terkondisi yang membutuhkan pertimbangan terlebih dahulu, keberadaan di mana pikiran melekat. Lingkungan sosial yang kompleks, seperti yang diteorikan, adalah tempat di mana sebagian besar pemikiran benar-benar terjadi, sehingga berpikir adalah proses yang didasarkan pada tindakan interaksi sosial manusia. Dengan demikian, pemikiran abstrak dihasilkan dari tindakan saraf dan jaringan di otak yang terkait dengan sistem saraf yang sama yang bertanggung jawab untuk menganalisis dan memproses informasi dan pengalaman sensorik. Misalnya, istilah dingin sering kali menyampaikan pengertian tidak bersahabat dengan banyak upaya penelitian yang menunjukkan bahwa ketika orang ditolak dalam situasi sosial, suhu fisiknya terasa lebih dingin bagi mereka pada saat itu, daripada ketika dimasukkan ke dalam aktivitas sosial, meskipun tidak ada perubahan dalam perilaku. suhu fisik.
Meskipun berakar dalam pada argumen filosofis, itu adalah bidang atau kecerdasan buatan dan robotika yang bertanggung jawab untuk memunculkan pertimbangan luas kognisi yang terkandung di berbagai disiplin ilmu. Salah satu tantangan terberat di lapangan adalah memahami pemahaman yang kuat tentang bagaimana pikiran manusia berfungsi dan mencari cara untuk mereplikasi fungsi itu sehingga mesin dapat berpikir, daripada hanya melakukan seperti yang diprogram. Para peneliti di lapangan menyimpulkan bahwa mesin seperti itu mungkin membutuhkan tubuh seperti manusia untuk berpikir. Setelah upaya ekstensif, beberapa peneliti dalam kecerdasan buatan telah menyimpulkan bahwa robot seharusnya hanya melakukan pemikiran minimal, tetapi semua tindakan harus diwujudkan dan ditempatkan. Peneliti lain telah melangkah lebih jauh dengan mengusulkan ini adalah satu-satunya jalan ke depan dalam mencapai kecerdasan buatan yang andal.
Alih-alih tubuh menjadi periferal bagi pikiran manusia, seringkali kognisi sebenarnya bergantung pada tubuh manusia. Oleh karena itu, memandang tubuh sebagai periferal belaka dianggap sebagai kesalahan fatal menurut ahli teori kognisi yang diwujudkan. Untuk mengetahui cara kerjanya, penelitian telah menunjukkan bahwa komunikasi dan pemrosesan bahasa biasanya bergantung pada gerakan tangan untuk memfasilitasi kedua proses tersebut.