Glutathione adalah zat yang diproduksi secara alami oleh tubuh manusia melalui sintesis asam amino tertentu di hati. Ini juga digunakan oleh hampir setiap sel tubuh untuk menetralkan racun. Karena glutathione terdiri dari tiga asam amino, yaitu asam gamma-glutamat, sistein, dan glisin, ia diklasifikasikan sebagai tripeptida. Namun, tidak seperti beberapa tripeptida lainnya, ia memiliki struktur penghubung peptida yang unik di dalam rantai sistein dan glutamat. Gugus tiol pada yang pertama memungkinkan molekul untuk memberikan apa yang dikenal sebagai ekuivalen pereduksi, yang berarti kemampuan untuk menyumbangkan satu elektron ke molekul lain menjadi tidak stabil dan sangat reaktif karena kurangnya pasangan elektron yang seimbang. Untuk alasan ini, bentuk ini disebut glutathione tereduksi (GHS).
Mayoritas zat ini ditemukan dalam sel dan jaringan tubuh dalam keadaan GHS. Namun, karena donasi elektron berlanjut, molekul GHS juga menjadi tidak stabil karena elektron tidak berpasangan dan akhirnya berikatan dengan sesama molekul untuk menciptakan bentuk teroksidasi, atau glutathione disulfide (GSSG). Dari total konsentrasi glutathione dalam tubuh, hanya 10% yang berada sebagai GSSG.
Fungsi utama glutathione adalah untuk menyediakan aktivitas antioksidan dengan mengatur pengurangan rantai samping sistein tiol saat mereka melekat pada protein. Tindakan ini membantu untuk mencegah stres oksidatif dan kerusakan sel dari radikal bebas. Padahal, zat ini sangat penting untuk melindungi mata, kulit, ginjal, hati, dan banyak organ tubuh lainnya dari produk sampingan beracun yang dihasilkan tubuh melalui metabolisme normal. Di hati, ini membantu dalam detoksifikasi dan pembuangan racun berbahaya, termasuk yang dihasilkan melalui pencemaran lingkungan, dan konsumsi alkohol dan obat-obatan.
Glutathione juga memainkan peran penting dalam mempromosikan sistem kekebalan tubuh yang sehat. Misalnya, menghambat mediator inflamasi, seperti leukotrien, yang terlibat dalam berbagai gangguan inflamasi mulai dari alergi hingga radang sendi. Karena penelitian telah menunjukkan hubungan antara penurunan ketersediaan glutathione dan penyakit terkait usia, terapi eksperimental sedang dilakukan untuk membantu mengobati banyak kondisi terkait usia, seperti kanker, penyakit Alzheimer, dan penyakit Parkinson. Ada juga bukti yang menunjukkan bahwa orang yang menderita gangguan autoimun, seperti AIDS, mungkin kekurangan zat ini dan mungkin mendapat manfaat dari suplemen.
Sementara beberapa penelitian telah menunjukkan sifat bermanfaat dari glutathione, bukti bahwa suplementasi oral memiliki nilai terapeutik kurang menjanjikan. Untuk satu hal, itu tidak diserap dengan baik dalam bentuk suplemen. Untuk yang lain, penelitian telah menunjukkan bahwa dosis tambahan tidak selalu meningkatkan tingkat sirkulasi dalam tubuh, bahkan jika diambil secara intravena. Namun, peningkatan asupan sistein, prekursor glutathione, dapat meningkatkan tingkat yang tersedia dalam sel. Penelitian telah menunjukkan bahwa S-Adenosylmethionine (SAM-e), N-acetylcysteine (NAC), dan suplemen yang terbuat dari protein whey murni, meningkatkan kadar sistein.
Sementara suplementasi glutathione umumnya dianggap aman, ada risiko dan efek samping tertentu yang perlu dipertimbangkan. Individu dengan alergi terhadap protein susu (kasein), misalnya, tidak boleh meminumnya. Selain itu, pasien yang menjalani terapi penekan kekebalan tidak boleh mengonsumsi glutathione, termasuk individu yang telah menerima transplantasi organ. Ada juga laporan kram usus dan kembung, terutama jika asupan air tidak ditingkatkan.