Setidaknya sejak abad ke-14, ketika Dinasti Ming mulai memimpin Tiongkok selama tiga abad, sup sirip hiu telah menjadi makanan lezat orang Tionghoa kelas atas. Pada tahun 2011, dengan hidangan dalam jangkauan keuangan banyak warga rata-rata, praktik ini menjadi kontroversial karena jutaan hiu yang harus dipanen setiap tahun untuk memenuhi permintaan hidangan eksotis ini. Meskipun ada variasi, tulang rawan sirip hiu membentuk pusat tekstur sup yang kaya dengan bahan-bahan yang lebih beraroma seperti makanan laut, ayam, sayuran, dan kaldu yang terinspirasi dari Asia.
Mereka yang mengambil bagian dalam sup sirip hiu mencatat bahwa tulang rawan hiu tidak terlalu beraroma. Apa yang ditambahkannya, bagaimanapun, adalah komponen kenyal dan bahkan agar-agar yang unik yang mengambil rasa dari bahan-bahan di sekitarnya. Sebelum sirip dapat digunakan, kulit dan tulang bagian dalam yang lunak harus dihilangkan dalam proses perebusan dan perendaman khusus.
Setelah sirip diproses, mereka siap direbus dalam kaldu ikan atau ayam. Kaldu dimulai dengan minyak panas, daun bawang cincang atau bawang bombay, dan beberapa jahe, jamur, dan mungkin anggur beras. Setelah beberapa karamelisasi, kaldu segar ditambahkan, bersama dengan sirip hiu. Setelah mendidih sebentar lagi, sekitar 10 atau 15 menit, bahan terakhir bisa ditambahkan: potongan ayam, udang, kecap dan sedikit tepung maizena sebagai pengental. Setelah sup sirip hiu mendidih untuk terakhir kalinya, koki dapat menurunkan api dan merebusnya selama 10 atau 15 menit lagi.
Menurut radio Voice of America, sup sirip hiu telah dianggap sebagai makanan lezat di China sehingga banyak nelayan di seluruh dunia hanya memotong sirip punggung dan sirip dada dari hewan, kemudian melepaskannya untuk mati. Diperkirakan 38,000,000 hiu mencapai tujuan ini pada tahun 2006, lapor National Geographic. Hal ini menyebabkan sekitar 9,000 ton (8,164.7 metrik ton) sirip hiu diimpor oleh China setiap tahun setelah dipanen di perairan di seluruh dunia. Angka-angka ini membuat banyak pemerhati lingkungan mengkhawatirkan ketidakseimbangan ekosistem.
Namun, mayoritas orang Cina di abad ke-21 mungkin menyadari konsekuensi berbahaya dari berkurangnya populasi hiu di seluruh dunia. Menurut New York Times, sebuah survei 2011 terhadap warga Hong Kong mengungkapkan bahwa hampir empat perlima berpendapat bahwa “dapat diterima” untuk acara khusus untuk tidak memasukkan sup sirip hiu. Karena hidangan ini biasanya dikonsumsi pada acara-acara seperti itu, banyak yang memandang perubahan laut ini sebagai hal yang penting.